FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo pada Sidang Bersama MPR RI (16/8/2022) dinilai publik sebagai bentuk klaim yang keliru dan bertolak belakang dengan realita kondisi penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia.
Setelah hampir 8 tahun era pemerintahan Presiden Jokowi, kondisi penyelesaian beban Bangsa Indonesia ini justru mengalami kemunduran.
Masyarakat mengingatkan kembali tragedi Semanggi 1, Munir, serta beberapa yang lainnya. Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi pada pidato kenegaraannya menyinggung terkait penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Kata dia, hal itu terus menjadi perhatian serius Pemerintah.
RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sedang dalam proses pembahasan, kata Jokowi dalam pidatonya. Tindak lanjut atas temuan Komnas HAM masih terus berjalan.
“Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu telah saya tanda tangani,” ujar Presiden Joko Widodo (16/8/2022).
Melihat situasi dan kondisi, dari banyaknya kritik dan sirine dari masyarakat, Menko Polhukam Mahfud MD memberikan pandangannya melalui unggahan di twitternya, @mohmahfudmd. Kata Mahfud, Kritik itu bagus.
“Ada kritik krn dibuat Kepres Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM masa lalu. Ayo kritik, itu bagus,” ujar Mahfud (18/8/2022).
Pria kelahiran Sampang itu menekankan, pemerintah harus menerima kritik sebagai lagu yang indah. Seindah lagu keroncong campursari.
“Ya, ketika Pemerintah blm membuat dikritik jg, dibilang kok diam sj. Ingat, yg judicial trs jalan,” tambahnya.