FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mendapat penolakan dari Fraksi PKS DPR RI. PKS menilai tidak ada alasan Pemerintah menaikkan harga BBM karena harga minyak dunia per 21 Agustus 2022 sudah menurun.
Anggota DPR RI Fraksi PKS Rofik Hananto menyebut harga minyak dunia per 21 Agustus 2022 sudah menurun dan berada di kisaran USD90 per barel, dengan rincian WTI Crude sebesar USD 89.63 per barel dan Brent Crude sebesar USD 95,50 per barel. Ini artinya bantalan anggaran yang telah disediakan sudah sesuai dalam menampung fluktuasi harga minyak dunia.
“Buat apa menyediakan dana bantalan ini kalau pada akhirnya harga bbm naik juga. Masyarakat tentu tidak bisa mencerna logika berpikir seperti ini. Lagi-lagi mereka merasa dikorbankan dan dikalahkan kepentingannya,” kata legislator asal Dapil Jawa Tengah 7 itu, Rabu (24/8/2022).
Rofik menilai Pemerintah gagal menjalankan amanatnya dalam mengelola anggaran untuk secara maksimal mensejahterahterakan rakyat. Alokasi subsidi dalam APBN ini lebih dirasakan Pemerintah sebagai beban. Padahal subsidi ini yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
“Heran aja, kok ada Pemerintah yang tidak suka rakyatnya senang. Lupa mungkin ya kalau mandat memerintah itu bersumber dari rakyat,” kata Rofik.
Sementara itu Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto menyebut Pemerintah super tega bila menaikkan harga bbm dalam kondisi seperti ini.
Menurutnya dalam masa pemulihan ekonomi nasional seperti sekarang Pemerintah harusnya memperbanyak insentif bagi masyarakat kecil. Bukan malah membebani dengan menaikkan harga bbm. Hal tersebut justru akan menyebabkan terjadinya inflasi.
“Karena itu PKS minta kepada Presiden Jokowi tidak menaikan harga BBM bersubsidi sekarang. Alasan dan waktunya belum tepat. Ini hanya akan membuat masyarakat makin menderita setelah dua tahun lebih terdampak Covid-19,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS ini.
Mulyanto minta Presiden Jokowi memperhatikan kondisi riil masyarakat. Sebagai presiden yang dicitrakan peduli pada kepentingan rakyat maka Jokowi harus berani membuat keputusan yang tegas tentang harga BBM ini. Apalagi katanya APBN tahun 2022 surplus selama beberapa bulan belakangan.
“Presiden jangan cuma mendengar saran kebanyakan menteri yang justru menginginkan pemerintah menaikan harga BBM. Dengarkan juga aspirasi masyarakat yang berkembang saat ini. Sebab kalau Pemerintah tetap nekat itu sama saja Pemerintah tega dengan rakyatnya,” kata Mulyanto.
Hal serupa juga dikatakan Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati. Menurut anggota Komisi XI DPR RI ini kenaikan harga bbm bersubsidi jenis Pertalite dan Solar tersebut akan berimbas kepada kenaikan harga-harga barang, baik yang berdampak langsung maupun tidak langsung.
Perlu diperhatikan pula terkait inflasi dibanyak negara sudah berdampak pada Indonesia. Inflasi tahunan sudah hampir menembus 5% dan inflasi makanan telah mencapai angka 10,32%.
“Jika terjadi kenaikan harga bbm bersubsidi dalam beberapa hari ke depan, maka bisa dipastikan angka inflasi akan kembali naik yang efeknya sangat memberatkan bagi rakyat,” ujarnya.
Wakil Ketua BAKN DPR RI ini pun menyebut rencana kenaikan harga bbm bersubsidi tersebut juga memberikan efek yang besar bagi kalangan dunia usaha, terutama sektor UMKM, juga terhadap usaha kecil informal yang seringkali tidak tersentuh oleh program bantuan sosial Pemerintah.
“Selama ini, sebagian besar sektor UMKM dan informal tersebut memanfaatkan BBM bersubsidi dalam menjalankan usahannya. Efek domino kenaikan BBM bersubsidi dikhawatirkan akan semakin membuat pengusaha UMKM dan informal lainnya semakin kolaps, dikhawatirkan angka kemiskinan dan pengangguran akan semakin meningkat,” katanya. (dra/fajar)