FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Sorotan pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati terhadap safari yang dilakukan Ustaz Abdul Somad (UAS) mendapat tanggapan dari Said Didu. Sorotan itu dianggap sebagai bukti kinerja BRIN menurun drastis.
Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menyoroti pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati menanggapi safari atau kunjungan yang dilakukan Ustaz Abdul Somad (UAS).
Dalam kunjungan tersebut, diketahui UAS menyambangi beberapa tokoh yakni Habib Rizieq Shihab dan Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Aljufri.
Hal itu ditanggapi Said Didu melalui akun Twitter pribadi miliknya. Dalam cuitannya, Said Didu menyinggung soal peran dari BRIN.
Said Didu bahkan mengungkapkan bahwa kualitas dari BRIN dianggap menurun drastis.
“Setelah penelitian pengurangan menggoreng krn harga minyak goreng naik, sorgum ganti terigu, skrg ttg UAS. Kualitas penelitian @brin_indonesia makin anjlok,” ujar Said Didu melalui akun Twitter pribadi miliknya, Kamis (25/8).
Lanjut, Said Didu juga mengungkit terkait kinerja dari BRIN di masa pemerintahan sebelumnya.
Baca juga:
Suara Manja Perempuan ‘Sayang’ di Rapat Komisi III dengan Kapolri, Guntur Romli: Malah Jadi Panggung Dagelan
Baca juga:
Kapolri Ungkap 4 Fakta Soal Fahmi Alamsyah, Salah Satunya Hubungan dengan Ferdy Sambo
“Dulu lembaga penelitian kita hasilnya buat pesawat, kapal laut, kereta dll,” tandas Said Didu.
Sementara itu, Wasisto Raharjo yang merupakan bagian dari BRIN menilai pertemuan UAS dengan tokoh agama itu dilakukan untuk mendukung popularitas.
“Artinya, UAS ini sengaja mengangkat dirinya sebagai ‘tokoh informal’ yang bisa berpengaruh secara politis,” ungkapnya.
Baca juga:
Suara Manja Perempuan ‘Sayang’ di Rapat Komisi III dengan Kapolri, Guntur Romli: Malah Jadi Panggung Dagelan
“Secara signifikan seperti yang dilakukan Habib Rizieq. Di sini UAS memang ingin menaikkan statusnya sebagai simbol baru dalam politik islam ke depan,” tambah Wasisto.
Meski begitu, menurut Wasisto, UAS masih kekurangan panggung untuk menjadi simbol baru dalam kekuatan politik Islam.
“Di satu sisi populer di daerah basisnya, tersebar di Sumatera, tapi kurang dapat panggung di Jawa, ini menjadi semacam paradoks. UAS juga tahu bahwa di Jawa itu sudah banyak aktor yang berpengaruh daripada dia sendiri, sehingga saya pikir UAS juga berpotensi menjadi penyeimbang,” pungkasnya. (wartaekonomi/fajar)